Jumat, 24 November 2017

Like pencil and eraser

LIKE A PENCIL AND ERASER
Karya Bhara Rifal

Kita bagaikan sepasang pensil dan penghapus, berbeda sifat dan beda fungsi namun saling membutuhkan. Kita bagaikan pensil dan penghapus, beda bentuk namun satu tujuan. Kita bagaikan pensil dan penghapus, meski banyak perbedaan namun bersatu dalam membuat goresan indah di atas kertas yang sama

****

"Awww!" Aku meringis saat kakiku tak sengaja menginjak lubang hingga aku terjatuh.

Hey!! Siapa yang naroh disini!

Mana sakit banget lagi. Pemerintah macam apa coba yang biarin jalan berlubang gini... bikin resah aja.

"Sudah kubilang, jangan pernah pulang sendiri tanpaku." suara dingin itu terdengar ditelingaku. Kulirik ia sekilas lalu berusaha berdiri. Ahhh dia rupanya...

"Aww aduh." What the..? Jangan bilang keseleo! Oh no!

"Dasar keras kepala, kau hanya perlu meminta tolong saja susah." pria dingin disampingku ini masih saja menungguku meminta tolong, cihh dasar manusia es. Bahkan dia tak berniat untuk menolongku dengan tulus. Seandainya niat, langsung gendong kek kayak di drama itu loh. Lah ini? Pret!

"Yasudah ayo bantu aku bodoh!"

"Begitukah caramu meminta tolong nona?" ucapnya sambil menaik turunkan alisnya gemas. Dia memanglah tampan namun sayang dia menyebalkan dan sangat datar.

Bukankah itu sudah cara meminta tolong yang baik? Untuk orang yang dibenci tentunya.

"Baiklah tuan berwajah datar.. Aku mohon bantu aku berdiri." huuhh aku benci jika harus memohon kepadanya.
Ia berjongkok di hadapanku sambil menepuk punggungnya yang terbalut seragam putihnya.

"Naiklah, aku akan menggendongmu"

"Apa kau yakin kuat tuan?" tanyaku meremehkannya. Bukannya aku ini berat loh yah... tapi emang cuma mengasihani dia. Siapa tau aja punggung lemahnya jadi sakit.

"Cepatlah, sebelum aku menyeretmu sampai ke rumahmu." jawabnya ketus, huhh benar kan? Dia memang tidak ikhlas.

"Aishh kau ini sangat menyebalkan"

"Hmm"

Begitulah dia, menyebalkan namun kadang membuatku senyum sendiri dengan tingkah manisnya. Tanpa menunggu lama aku naik ke punggungnya, kupeluk leher jenjangnya. Rambut klimisnya begitu wangi meski sudah sore dan belum mandi.

Oh tidak! Apa aku baru saja memujinya? Ahh aku amnesia mungkin.

Kami diam selama perjalanan, seakan asik dengan pikiran masing-masing. Meski kami sering bertengkar karena perbedaan sifat yang sangat jauh, kami tetaplah sahabat.

Ya

Dia sahabatku, manusia tanpa ekspresi yang tinggi kekar ini adalah sahabatku, tetanggaku. Banyak yang bertanya kenapa kami bisa bersahabat dekat dari kecil, padahal kami sangat beda. Mulai dari posturnya yang tinggi berbeda denganku yang kurang tinggi. Dia pintar dan populer sedangkan aku? Sama sekali tidak menonjol.

Baca baik-baik! Kurang tinggi bukan beranti pendek. Aku tidak pendek.

"Bi." panggilnya saat kami masih dalam perjalanan, mungkin ia kelelahan karena menggendongku secara kan biar pendek begini tubuhku cukup berat. Apalagi dengan jarak yang lumayan sudah jauh. Sudah kubilang kan.. dia memang lemah. Cih

"Ya."

"Kenapa kau tadi pergi saat di rooftop?" dia menghela nafas "aku tau kau menghampiriku tadi." sambungnya

What?

"Mm.. I-itu t-ta-tadi aku kebelet, ya aku kebelet."

"Apa kau cemburu dengan nira saat dia menyatakan perasaannya padaku?"

DEG

Jantungku memacu cepat mendengar tuduhannya, apa iya aku cemburu?.

Tapi kenapa? Bukankah itu tidak masalah untukku? Aku kan hanya sahabatnya dan aku membencinya, mungkin.

"Aku menolaknya, karna aku menyukai orang lain." tuturnya lagi
Aku terpaku mendengarnya lagi.

'menyukai orang lain, siapa?' batinku benar-benar kepo saat ini.

Bukan cemburu yah... cuma kepo!

"K-kenapa kau memberitahuku?" tanyaku bodoh, aku benar-benar merasa bodoh dengan pertanyaan itu

"Bukankah sahabat harus saling terbuka?" iya juga, aku mengangguk di punggungnya. Dan kenapa juga aku jadi salah fokus begini.

"Jadi, tidakkah kau mau jujur kenapa kau pergi tadi?"

"A-ku kan sudah bilang aku kebelet tadi!" aku tidak mengerti kenapa aku gugup dengan pertanyaan si manusia es ini

"Tapi kau tidak ke toilet dari tadi."

SKAKMAT

Aku diam,  benar-benar tak berkutik sekarang, huh apa dia mengikutiku?

"Apa kau cemburu?" mungkin

"Tidak!" sayangnya mulut dan otakku tidak singkron. Ahh entahlah mereka memang tidak kompak.

"Apa kau menyukaiku?" mungkin

"Hey, a-aku bahkan sangat membencimu tuan dan selamanya akan selalu begitu!" dia tertawa pelan, uhh dia itu sangat tidak tau kapan waktu untuk tertawa dan tidak.

"Apa yang lucu huh?"

"Apa kau tak sadar, kata-katamu tadi seolah menegaskan kalau kau ingin bersamaku selalu." jawabnya santai. Apa?

"A-apa?"

Dia menghentikan langkahnya di depan sebuah toko, dan mendudukkanku di bangku panjang di tepi trotoar, lalu ikut duduk disampingku.

"Kenapa berhenti disini, apa kau lelah?" tanyaku, kulihat dia menggeleng dan tersenyum.

"Kau lah orang itu." orang? Orang apa?, kurasa dia tak berkata apapun soal orang dari tadi.

"Apa maksudmu?" tanyaku dengan alis terangkat

"Kita memang berbeda, selalu bertengkar, namun aku sadar aku membutuhkanmu, sangat membutuhkanmu" ucapnya sambil menerawang ke atas langit yang mulai senja, matahari perlahan mulai bersembunyi di peralihan
Aku menganga mendengarkan kalimat aneh yang diucapkannya. Kutatap wajahnya yang masih datar, namun terlihat lebih serius kali ini.

"Apa kau baru saja menyatakan bahwa kau menyukaiku?"

Dia menoleh, menatap mataku dengan iris coklatnya yang kelam. Mata yang membuatku selalu ingin memandangnya tak peduli waktu dan tempat. Perlahan senyumnya mengembang tipis, namun itu saja sudah sangat manis.

Apa? Dia? Manis?

No!

"Menurutmu?"

"Entahlah, kata-katamu seolah sedang menembak seorang gadis." tuturku polos, dia tertawa pelan lalu berucap...
"Apa kau seorang gadis nona nabila?" tanyanya dengan senyum miring.

"Tentu saja tuan arya bodoh, kau pikir aku yang cantik ini apa?" sungutku kesal, bisa-bisanya ia mempertanyakan hal itu.

Dia tertawa, lagi?. Ada apa dengannya hari ini, dia sangat sering tertawa dan ini langka.

"Kalau begitu tidak salah lagi, mungkin tebakanmu itu benar"

"Jadi benar kau menyukaiku tuan?" tanyaku dengan nada kaget sekaligus menggoda. Bukan apanya, tapi ini mengejutkan. Tapi... menyenangkan.

Dia tersenyum sebagai jawabannya, kemudian mengedikkan kedua bahunya.

"Well, kau tau kan aku tidak suka ditolak. Lagian ini pertama kalinya bagiku." cihh, bahkan aku belum sempat menjawab tapi seenak jidatnya memutuskan. Dasar manusia otoriter.

"A-pa-apaan itu, aku tidak menyukaimu bodoh!" sungutku tak terima.

"Tapi kau mencintaiku nona keras kepala." ucapnya sambil tersenyum aneh. Belum sempat menjawab dia memotongnya.

"Sudahlah ayo pulang, ini sudah hampir maghrib" dia kembali berjongkok di hadapanku. Aku mengangguk dan memeluk lehernya.

"Kurasa malam ini akan jadi malam yang panjang." ucapnya dengan nada menggoda.

Kurasa ia benar. Benar-benar panjang malam ini.

"Ya, dan ini karnamu." dia cengengesan lagi. Menyebalkan!

"Hmm." singkat sekali, huh dia memang menyebalkan

"Hanya hmm?"

"Iya aku juga mencintaimu." ucapnya cengengesan lagi sampai-sampai bahunya bergetar. Dasar gila!

"Aishh kau ini sangat tidak nyambung, lagian aku tidak pernah berkata aku mencintaimu tuan."

"Tapi aku menyadarinya sebelum kau menyadari perasaanmu sendiri nona manis," sekarang dia jadi cerewet dan suka menggodaku, huh sangat menyebalkan.

"Baiklah, terserahmu saja, jadi apakah sekarang kita pacaran?"

"Tidak perlu, kita sudah dijodohkan, apa kau lupa?" jawabnya santai.

Jodoh? Aku? Ahhh

"Apakah itu serius?" tanyaku, kukira perjodohan itu hanya candaan orang tua kami

"Entahlah, tapi akan kupastikan itu serius." tegasnya, aku mengeratkan pelukanku di lehernya dan tersenyum, dia memang benar kalo aku mencintainya. Sangat mencintainya
Dia manusia es ku yang menyebalkan. Dia sahabat kecilku yang tampan. Dia tetanggaku yang sangat mengesalkan. Dia malaikat pelindungku, dan aku mencintainya. Selalu, selamanya

*****
Profil Penulis: 
Author : bhara rifal
Nama pena : seranggamungil, arbi
B-Star shortstories collection

Like pencil and eraser

LIKE A PENCIL AND ERASER Karya Bhara Rifal Kita bagaikan sepasang pensil dan penghapus, berbeda sifat dan beda fungsi namun saling membutu...